Saturday

7 Ritual Kematian Terunik di Segenap Penjuru Dunia

One web id — Maut memang menjadi rahasia sang Ilahi. Siapa pun orangnya pasti tidak bisa memprediksi kapan tibanya ajal. Hanya bisa dilakukan bagi yang hidup mengiringi jenazah hingga ke liang lahat bahkan beberapa tradisi di segenap penjuru dunia hingga menggelar ritual penguburan menjadi tradisi turun temurun, tentunya ini berbeda-beda maksud dan tujuan. Setiap daerah memiliki budaya dan kepercayaan yang dijunjung dan juga menjadi identitas kedaerahan bagi masyarakat yang hidup di daerah tersebut. Ritual kematian juga menjadi salah satu tradisi yang dijalankan oleh sebagian orang di berbagai belahan bumi untuk menghargai orang yang telah wafat. Beberapa ritual kematian ini sangat unik sekaligus ada pula yang menjijikkan. Seperti apa sajakah keunikan ritual kematian yang di gadang-gadang sebagai ritual terunik sedunia? Anda penasaran, mari kita simak ulasannya berikut ini yang berhasil kami rangkum dari berbagai sumber.

1. Sallekhana di India
trekkingstuffs.blogspot.com
Sallekhana atau yang disebut Santhara, merupakan ritual keagamaan Jaina dharma yang digambarkan sebagai praktik bunuh diri yang dilakukan dengan berpuasa. Sebelum melakukan ritual ini, setiap individu diberikan waktu untuk merenungkan hidupnya. Sumpah sallekhana diambil ketika seseorang merasa bahwa selama hidupnya, dia telah berbuat baik kepada orang lain, tidak memiliki keinginan ataupun ambisi, dan tidak ada tanggung jawab yang tersisa dalam hidupnya. Seorang umat Jain juga diperbolehkan melakukan praktik ini jika dirinya menderita penyakit serius atau cacat. Adapun tujuannya adalah untuk membersihkan karma lama dan mencegah terciptanya karma yang baru. Menurut laporan Trust of India, diperkirakan ada 240 umat Jain yang berlatih sallekhana hingga mereka menjemput ajal setiap tahunnya di India.

2. Pemakaman langit di Mongolia dan Tibet
Pemakaman langit di Mongolia dan Tibet
Para umat Buddha Vajrayana di Mongolia dan Tibet percaya bahwa tatkala seseorang meninggal, jiwanya akan bergerak, sementara tubuhnya hanya menjadi sebuah bejana kosong. Untuk mengembalikannya ke bumi, maka tubuh yang telah menjadi jasad itu kemudian dipotong-potong dan ditempatkan di sebuah puncak gunung, yang sering didatangi oleh kawanan burung pemakan bangkai. Sebetulnya praktik ini telah dilakukan selama ribuan tahun di Mongolia dan Tibet, dan menurut laporan terbaru, sekitar 80 persen dari orang Tibet masih menjalani ritual kematian tersebut. Selain itu, tanah di daerah Tibet dan Qinghai terbilang terlalu keras dan berbatu untuk digali, dan karena kelangkaan bahan bakar dan kayu pula akhirnya pemakaman langit dirasa lebih praktis daripada praktik kremasi tradisional.

3. Famadihana di Madagaskar
Famadihana di Madagaskar
Famadihana merupakan sebuah tradisi pemakaman yang dilakukan oleh orang Malagasi di Madagaskar. Uniknya, selama upacara pemakaman berlangsung, orang-orang Malagasi menghidupkan musik di sekitar pemakaman dan menari bersama mayat. Usut punya usut, rupanya tradisi ini didasarkan pada keyakinan orang Malagasi bahwa roh-roh orang yang telah mati akhirnya akan bergabung dengan dunia para leluhur, setelah tulang-belulangnya terurai. Di Madagaskar, famadihana menjadi ritual rutin yang lazim dilakukan setiap tujuh tahun sekali, dan tradisi ini menjadi momen istimewa yang sangat ditunggu-tunggu, karena ini dapat mengumpulkan semua anggota keluarga yang terpisah. Selain itu, praktik ini juga dianggap sebagai cara untuk menghormati orang yang sudah meninggal.

4. Endocannibalisme di Amerika Selatan dan Aborigin
Abu Mayat
Endocannibalisme dari suku Aborigin dan beberapa suku di Amerika Selatan bisa jadi merupakan praktik pemakaman jenazah paling mengerikan dan menjijikkan sedunia. Pasalnya praktik ini mengkonsumsi tubuh mereka yang telah meninggal dan dipercaya akan mempunyai sifat-sifat seperti orang yang telah tiada itu. Sebetulnya ritual ini memang belum pernah terekam jejaknya oleh kalangan akademisi. Karenanya mereka menuduh ini merupakan cara penjajah kolonialisme mendapat dominasi politik. Meski demikian ada beberapa suku masih memakan abu dan sisa tulang orang mati setelah dikremasi seperti komunitas Yanomamo di Amerika Selatan.

5. Ngaben di Bali
Ngaben di Bali
Ngaben atau biasa disebut upacara kremasi, merupakan ritual pemakaman yang dilakukan di Bali untuk mengirim roh orang yang meninggal ke kehidupannya yang selanjutnya. Tubuh orang yang sudah meninggal akan diperlakukan seolah-olah dia sedang tidur, dan tidak ada air mata yang ditumpahkan selama prosesi berlangsung, pasalnya almarhum hanya dianggap absen untuk sementara waktu dari dunia ini. Menurut kepercayaan umat Hindu, roh orang yang telah meninggal akan kembali bereinkarnasi atau mencapai Moksa yaitu bebas dari ikatan keduniawian termasuk reinkarnasi dan siklus kematian. Biasanya, penentuan hari ngaben sebelumnya akan dikonsultasikan dengan tetua adat. Pada hari besarnya, tubuh orang yang sudah meninggal akan ditempatkan di dalam sebuah peti mati dan kemudian dibawa ke tempat kremasi. Puncak dari ngaben adalah pembakaran peti mati yang berisi raga orang yang sudah wafat. Menurut kepercayaan mereka, api dianggap dapat membebaskan roh dari tubuh kasarnya dan juga memungkinkan adanya reinkarnasi suatu saat nanti.

6. Menara Bisu di India
periergaa.blogspot.com/2010/12/
Sebuah kepercayaan bernama Zoroastrianisme di Kota Mumbai, India percaya setelah kematian jenazah hanya mencemarkan lingkungan. Mereka tidak mengkremasi atau menguburkan mayat. Pasalnya, dalam ajaran Zoroastrianisme tidak mengizinkan penguburan dan pembakaran tubuh orang yang telah meninggal karena dianggap akan menodai air, udara, bumi dan api. Mereka menyelenggarakan ritual kematian dengan menempatkan mayat di atas Dakhma atau Menara Ketenangan (Tower of Silence). Di sana terdapat pembagian tempat yang jelas bagi kaum laki-laki, perempuan dan anak-anak. Sehingga mereka akan menyimpan mayat di atas menara buatan yang diberi nama Menara Bisu dan membiarkan tubuh meninggal itu dimakan burung pemakan bangkai. Usut punya usut, ternyata praktik ini masih dilakukan di berbagai tempat di India. Akan tetapi akibat berkurangnya populasi burung pemakan bangkai menyebabkan proses pemakaman jenazah ini semakin mengerikan. Mayat bertumpuk dan membusuk di atas menara dan banyak membangkitkan kontroversi di masyarakat.

7. Sokushinbutsu di Yamagata
board.palungjit.org / Mei 2005
Tersebar di seluruh Utara Jepang, di sekitar Prefektur Yamagata, terdapat dua puluh empat mumi biarawan Jepang yang dikenal dengan sebutan Sokushinbutsu. Sebetulnya Sokushinbutsu adalah proses mumifikasi diri sendiri dengan teknik tertentu. Awalnya, praktik ini pertama kali dirintis oleh seorang kepala biara bernama Kuukai lebih dari seribu tahun yang lalu di kompleks candi Gunung Koya di prefektur Wakayama. Proses mumifikasi ini cukup rumit, dimulai dengan diet seribu hari. Selama masa itu, para biksu hanya akan makan makanan tertentu yang terdiri dari kacang-kacangan dan biji-bijian untuk melucuti semua lemak di tubuh mereka. Kemudian mereka hanya mengkonsumsi kulit dan akar selama seribu hari selanjutnya mulai meminum teh beracun yang terbuat dari getah pohon Urushi, yang biasanya digunakan untuk pernis mangkuk. Nantinya racun ini akan menyebabkan muntah dan hilangnya cairan tubuh dengan cepat, dan yang paling penting, ulat dan belatung tak bisa menggerogoti tubuh mereka karena tingginya kandungan racun dari teh tersebut. Di tahap ini, seorang biarawan akan mulai memumifikasi tubuhnya sendiri dengan mengunci diri dalam kubur batu yang hampir tidak lebih besar dari ukuran tubuhnya. Sebelum meninggal, untuk berkoneksi dengan dunia luar terdapat sebuah tabung udara dan bel yang diletakkan di kubur batu tersebut. Setiap harinya, dia akan membunyikan lonceng itu untuk memberi tanda pada orang di luar bahwa dia masih hidup. Di sinilah dia akan bersemedi dalam posisi lotus dan tidak akan bergerak lagi. Tatkala bel berhenti berbunyi, tabung udara akan dicabut dan makam disegel. Setelah kuburan itu disegel, barulah para biarawan lain akan membacakan bait suci selama seribu hari, dan membuka kubur itu untuk melihat apakah mumifikasi berhasil. Dan jika mumifikasi itu berhasil, sang biksu akan dianggap sebagai Buddha dan dimasukkan ke dalam kuil untuk dipertontonkan. Menurut mereka, Sokushinbutsu tidak mati. Pasalnya Sokushinbutsu masih bisa menikmati hidup ini layaknya orang yang masih hidup, hanya saja tak terlihat secara kasat mata.



No comments:

Mobile version