One web id — Dahulu kala, gua-gua ini dijadikan sebagai rumah dan diperlakukan sebagai tempat persembahyangan yang biasanya terkombinasi dalam strukturnya. Setelah kawasan gua metropolitan ditinggalkan, strukturnya menjadi hancur dan tak terpelihara, namun tidak semua gua ditinggalkan begitu saja. Pasalnya di kawasan utara Cina, tempat tinggal gua masih menjadi rumah bagi lebih dari jutaan orang.
1. Guyaju Ruins di Beijing
2. Vardzia di Georgia
3. Matmata di Tunisia
4. Lereng Bandiagara di Mali
5. Bamiyan di Afganistan
6. Mesa Verde di Colorado
7. Sassi di Matera, Italia
By me (w:User:pfctdayelise) (Image taken by me using Casio QV-R41), via Wikimedia Commons
Usut punya usut, rupanya tak hanya gua di China saja tercatat dalam sejarah yang dijadikan sebagai rumah. Dipantau langsung dari Wikipedia, kami menemukan sejumlah gua rumah yang menakjubkan dan bisa dibilang paling spektakuler di segenap penjuru dunia. Ini dia tujuh diantaranya yang patut Anda ketahui. Mari kita simak bersama-sama!1. Guyaju Ruins di Beijing
By me (w:User:pfctdayelise) (Image taken by me using Casio QV-R41), via Wikimedia Commons
Yanqing County adalah bagian dari kotamadya Beijing terletak di barat laut kota yang tepat dari Beijing. Wilayah ini terdiri dari 11 kota dan kota-kota pedesaan 4. Guyaju Ruins terkadang disebut dengan istilah labirin terbesar yang ada di Cina. Guyaju merupakan rumah gua kuno yang berlokasi 80 kilometer dari Beijing. Tidak ada catatan pasti yang ditemukan tentang asal dari gua ini. Gua ini terpahat dari tebing terjal di teluk yang mengahadap Kota Zhangshanying. Yang menarik dari gua ini adalah jumlah ruangan yang mencapai 110 kamar yang terbuat dari batu dan merupakan tempat tinggal gua terbesar yang pernah ditemukan di Cina.2. Vardzia di Georgia
By Henri Bergius (originally posted to Flickr as Lots of steps), via Wikimedia Commons
Vardzia terletak di wilayah selatan Georgia, merupakan biara kuno yang berada dalam gua dan dibuat pada abad kedua belas, selain biara juga dibangun kota yang terpahat di lereng-lereng gunung yang menghadap sungai. Tempat tinggal gua ini dibangun saat pemerintahan Full Tamar sebagai perlindungan dari serangan bangsa lain. Gua-gua ini dibangun dengan lebih dari enam apartemen. Selain itu, kota kuno tersebut juga memiliki gereja, ruangan pemerintahan, dan juga sistem irigasi yang rumit untuk mengairi sawah terasering. Gereja yang ada didalam, dibangun pada tahun 1180 selama zaman keemasan Tamar dan Rustaveli, memiliki serangkaian penting lukisan dinding. Situs ini sebagian besar ditinggalkan setelah pengambilalihan Ottoman pada abad keenam belas. Untuk mencapai tempat tinggal gua ini, harus melalui saluran bawah tanah yang rahasia dekat sungai Mtkvari.3. Matmata di Tunisia
By Bo&Ko / Pavlo Boyko from Kiev, Ukraine (Flickr), via Wikimedia Commons
Matmata adalah sebuah kota kecil Berber di Tunisia selatan. Beberapa warga Berber lokal hidup di bawah tanah yang konvensional. Pada tahun 2004, Matmata memiliki populasi 2.116. Sebetulnya desa ini diciptakan dengan cara menggali lubang besar di tanah. Di sekeliling lubang gua buatan ini kemudian digali untuk digunakan sebagai kamar, dengan beberapa rumah yang terdiri dari beberapa lubang, yang dihubungkan oleh lorong-lorong seperti parit. Asal usul tempat yang luar biasa ini tidak diketahui, kecuali dari cerita yang dibawa dari generasi ke generasi. Konon rumah bawah tanah pertama kali dibangun pada zaman kuno, ketika kekaisaran Romawi mengirim dua suku Mesir untuk membuat rumah mereka sendiri di wilayah Matmata, setelah salah satu perang Punic, dengan izin untuk membunuh setiap manusia dengan cara mereka. Para penghuni daerah tersebut harus meninggalkan rumah mereka untuk menggali gua-gua di tanah sebagai tempat bersembunyi dari para penjajah, tetapi mereka meninggalkan tempat penampungan bawah tanah mereka di malam hari untuk menyerang penjajah, yang tampaknya sangat efektif dalam pengiriman kelompok pembunuh dari Matmata. Sementara mitos mengatakan bahwa monster muncul dari bawah tanah dan membunuh perampas tanah. Dalam kasus apapun, pemukiman bawah tanah tetap tersembunyi di daerah yang sangat bermusuhan selama berabad-abad, dan tak seorang pun memiliki pengetahuan apapun tentang keberadaan mereka hingga tahun 1967.4. Lereng Bandiagara di Mali
By Ferdinand Reus from Arnhem, Holland (Teli, Pays de Dogon), via Wikimedia Commons
The Bandiagara Escarpment atau yang lazim kita sebut Lereng Bandiagara adalah tempat dimana gua-gua yang terbuat dari batuan pasir di wilayah bekas bangsa Dogon di Mali. Tingginya kurang lebih 500 meter beralaskan tanah berpasir. Daerah lereng ini dihuni oleh orang-orang Dogon. Sebelum Dogon, gawir itu dihuni oleh Tellem dan Toloy. Banyak struktur tetap dari Tellem. Bangunan dari tanah ini berbintik-bintik jika terlihat dari jauh, namun bintik-bintik ini merupakan ruangan yang digunakan suku Tellem untuk tinggal. Suku tersebut memahat batuan hingga menghasilkan suatu ruangan yang cukup, selain digunakan untuk tempat tinggal, gua-gua ini dibangun untuk meletakkan jenasah. Dinding tebing tetap indah dengan seni yang berumur ratusan tahun yang menggambarkan rincian ritual Dogon. Banyak desa-desa di tebing yang ditinggalkan, karena takut anak-anak kecil jatuh dari tebing, maka mereka membangun kembali pemukiman di bawah tebing supaya tidak terlalu berbahaya. Pada abad ke-14 bangsa Dogon mengusir suku Tellem sehingga tempat tinggal gua ini ditinggalkan dan tidak berpenghuni. Lokasi ini memiliki panjang sekitar 150 kilometer. Lereng Bandiagara terdaftar dalam Daftar Warisan Dunia UNESCO pada tahun 1989. 5. Bamiyan di Afganistan
By Sgt. Ken Scar (U.S. Armed Forces) [Public domain], via Wikimedia Commons
Bamyan atau Bamiyan atau Bamian adalah sebuah kota yang berada di ketinggian 2.800 meter dari permukaan laut dan memiliki 61.863 penduduk, ini merupakan kota terbesar di kawasan Hazarajat, Afganistan dan merupakan ibu kota Provinsi Bamiyan. Bamiyan merupakan tempat dimana dua patung Buddha raksasa yang terukir di samping tebing dan dibuat pada abad ke-6. Sebenarnya karya ini merupakan patung yang berdiri kokoh tertinggi di dunia sebelum dihancurkan oleh Taliban pada tahun 2001. Tempat tinggal gua yang berada di kaki patung yang hancur tersebut pada masa lampau merupakan tempat ribuan para biksu tinggal namun kemudian menjadi tempat dimana para Taliban menyimpan senjatanya. Setelah Taliban mundur dari kawasan tersebut, para penduduk mulai menggunakan gua-gua yang ditinggal tersebut sebagai rumah mereka.6. Mesa Verde di Colorado
By Massimo Catarinella (Karya sendiri), via Wikimedia Commons
Mesa Verde yang terletak di wilayah barat daya Colorado merupakan rumah yang terletak di tebing-tebing bagi suku Anasazi kuno. Ini adalah satu-satunya Taman Nasional budaya yang disisihkan oleh Sistem Taman Nasional. Taman ini menempati area seluas 81,4 mil persegi (211 kilometer persegi) di dekat Four Corners. Disini banyak reruntuhan rumah dan desa yang dibangun oleh orang-orang Pueblo Kuno, kadang-kadang disebut Anasazi. Ada lebih dari 4000 situs arkeologi dan lebih dari 600 tempat tinggal tebing orang-orang Pueblo. Pada abad ke-12, suku Anasazi mulai membangun rumah-rumah didalam gua yang beratapkan canyon besar. Beberapa tempat tinggal gua ukurannya hampir mencapai sebesar rumah yang memiliki 1050 ruangan. Yang paling terkenal diantaranya disebut Cliff Palace dan Rumah Spruce Sapling. Pada tahun 1300, suku Anasazi meninggalkan Mesa Verde namun kawasan yang tertinggal ini masih memiliki bentuknya yang orisinil. Alasan mengapa mereka meninggalkan tempat tinggal mereka ini tidak dapat dijelaskan secara pasti. Beberapa hipotesis dari gagal panen sampai invasi suku asing dari utara, berusaha menjelaskan kepindahan mereka.7. Sassi di Matera, Italia
By Bbruno (Karya sendiri), via Wikimedia Commons
Sassi di Matera yang berarti "batu dari Matera" adalah gua tempat tinggal kuno di kota Italia Matera, Basilicata. Terletak di kota tua Matera, mereka terdiri dari Sasso Caveoso dan kemudian Sasso Barisano. Sassi berawal dari pemukiman prasejarah dan bersamanya berkembang kegiatan perdagangan pertama yang dilakukan penduduk Italia. Pada tahun 1950an, pemerintahan federal setempat memaksa untuk merelokasi penduduk yang tinggal di kawasan Sassi ke kota yang lebih modern. Meski demikian, beberapa penduduk masih setia dengan rumah guanya di Sassi seperti leluhur mereka. Salah satu manfaat dari kota kuno adalah bahwa ada kesamaan besar dalam tampilan Sassi dengan situs kuno di dalam dan sekitar Yerusalem. Hal ini telah menarik perhatian sutradara film dan studio film, sehingga Sassi dijadikan sebagai latar pembuatan banyak film.
No comments:
Post a Comment